Perjalanan Pengumpulan Al-Qur'an Al-Karim

 


A. D. Mustafa Muslim 

Pengumpulan Al-Qur'an Al-Karim 

Berpartisipasi dalam penulisan: Profesor Doktor Fathi Muhammad Al-Zughbi.

Diterjemahkan oleh al-Ustadz Dr. Ismail Akzam, S.Pd., M.A.

 

Pengumpulan pertama di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

Al-Qur'an Al-Karim diturunkan secara terpisah dan berangsur-angsur, dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sangat berhati-hati agar tidak ada yang terlewat. Beliau selalu mengulang apa yang disampaikan kepadanya oleh Jibril 'Alaihis Salam sebelum selesai dihafalkan, hingga turun firman-Nya:

﴿ لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ * إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآَنَهُ * فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآَنَهُ * ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ ﴾

[Al-Qiyamah: 16-19].

Setelah itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tetap diam hingga wahyu selesai, kemudian memanggil beberapa penulis wahyu untuk menuliskan apa yang diturunkan dari Al-Qur'an pada bahan yang ada, seperti: kulit, batu, pelepah kurma, kayu, dan tulang.

Para sahabat Radhiyallahu 'Anhum sangat bersemangat untuk menghafal apa yang diturunkan secara langsung, sehingga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam wafat dan Al-Qur'an sudah terhimpun dalam ingatan mereka. Jibril 'Alaihis Salam menelaah Al-Qur'an bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam setiap tahun pada malam-malam Ramadan, dan menelaahnya dua kali pada tahun beliau wafat.

Di antara yang terkenal menghafal seluruh Al-Qur'an dan menjadi rujukan para sahabat dalam membaca dan mengajar adalah: para khalifah yang terarah, Abdullah bin Mas'ud, Salim bin Ma'qil (maula Abu Hudzaifah), Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin al-Sakan, Abu Darda, Said bin Ubaid, dan di antara mereka yang menghafalnya dan mungkin melanjutkan hafalannya setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah, Ubadah bin Ash-Shamit, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amru bin Ash, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, dan lainnya.

Al-Qur'an sudah seluruhnya tertulis pada saat wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, tetapi belum terhimpun di satu tempat, dan tidak ditulis di lembaran yang seragam. Setiap surat atau kumpulan surat pendek ditulis di lembaran yang berbeda dan diikat dengan benang, lalu disimpan di rumah-rumah ibu-ibu orang beriman atau di rumah beberapa penulis wahyu.

Di antara penulis wahyu yang terkenal adalah Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, dan lainnya. Banyak sahabat yang menulis untuk diri mereka sendiri.

Pengumpulan ini dilakukan di zaman Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Ketidak-himpunan Al-Qur'an di satu tempat dan tertulis di lembaran yang seragam disebabkan oleh dua alasan:

1. Mereka menunggu turunnya wahyu setiap saat.

2. Jarangnya alat tulis.

Pengumpulan kedua di zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu:

Setelah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berpulang ke rahmatullah, banyak suku Arab yang murtad. Terjadilah Perang Ridda, di mana para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang merupakan ulama dan pembaca Al-Qur'an menjadi korban. Umar bin Khaththab sangat terkejut dengan hilangnya para pembaca Al-Qur'an dalam Perang Ridda. Ia menemui Abu Bakar dan memintanya untuk memerintahkan pengumpulan Al-Qur'an. Ia berkata: “Pembunuhan telah terjadi di hari Yamamah terhadap para pembaca Al-Qur'an, dan saya khawatir jika pembunuhan terus berlangsung, banyak Al-Qur'an yang akan hilang. Saya melihat sebaiknya Anda memerintahkan pengumpulan Al-Qur'an.” Abu Bakar menolak saran Umar pada awalnya, dan berkata: “Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam?” Namun Umar terus menekankan pentingnya hal tersebut hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala membuka hati Abu Bakar untuk melakukannya. Abu Bakar kemudian mengirimkan surat kepada Zaid bin Tsabit, yang berada bersama Umar, dan menyuruhnya untuk menjalankan tugas ini. Ia berkata: “Engkau adalah orang muda yang cerdas dan kami tidak meragukanmu, dan engkau pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka ikutilah Al-Qur'an dan kumpulkanlah.”

Zaid tidak kurang enggan daripada Abu Bakar, tetapi Abu Bakar dan Umar terus membujuknya hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala membuka hati Zaid untuk melaksanakan tugas itu. Zaid berkata: “Demi Allah, seandainya mereka meminta saya untuk memindahkan gunung, itu tidak lebih berat bagi saya dibandingkan dengan tugas mengumpulkan Al-Qur'an.” Zaid bin Tsabit dan Umar Radhiyallahu 'Anhuma kemudian merencanakan pengumpulan Al-Qur'an sebagai berikut: Mereka mengumumkan kepada para sahabat bahwa siapa saja yang memiliki tulisan Al-Qur'an, silakan membawanya, dan menunjuk beberapa sahabat untuk menerima, membandingkan, menyalin, dan menulis. Sumber-sumber dokumentasi adalah sebagai berikut:

1. Hafalan, tim yang ditugaskan untuk mengumpulkan, dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khaththab.

2. Apa yang ditulis oleh penulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang tersimpan di rumah-rumah ibu-ibu orang beriman dan beberapa penulis wahyu, yang kemudian dikumpulkan oleh tim.

3. Hafalan sahabat yang datang dengan Al-Qur'an yang dimilikinya.

4. Teks yang ditulis oleh sahabat untuk dirinya sendiri.

5. Dua saksi yang menyaksikan bahwa tulisan ini ditulis di hadapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Jika kelima sumber ini sepakat tentang suatu surat atau ayat, maka tim akan mencatatnya dalam mushaf.

Dengan demikian, Al-Qur'an dikumpulkan di zaman Abu Bakar dalam satu mushaf yang teratur, dengan ayat dan surat yang tersusun rapi, dengan cara dokumentasi yang belum pernah dikenal dalam sejarah manusia, baik dari segi ketelitian maupun keakuratan. Ali bin Abi Thalib berkata: “Orang yang paling besar pahalanya dalam mushaf adalah Abu Bakar. Semoga Allah merahmati Abu Bakar, dia adalah yang pertama mengumpulkan Kitab Allah.” Mushaf tersebut disimpan di rumah Abu Bakar, dan setelah beliau wafat pada tahun ketiga belas Hijriyah, dipindahkan ke rumah Umar bin Khaththab. Setelah Umar wafat, mushaf tersebut disimpan di rumah Hafshah, ibu orang beriman. Ketika masa kepemimpinan Utsman bin Affan, beliau meminta mushaf tersebut untuk disalin.

Pengumpulan ketiga di zaman Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu:

Wilayah negara Islam meluas hingga ke India di timur, Armenia dan Azerbaijan di utara, serta Mesir dan Afrika di barat, mencakup seluruh Jazirah Arab. Banyak umat dan suku yang masuk Islam dan membutuhkan pengajaran Al-Qur'an dan pemahaman agama. Para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berangkat ke berbagai daerah bersama para tabi'in terkemuka untuk mengajarkan dan menyebarkan Al-Qur'an. Al-Qur'an diturunkan dalam tujuh huruf untuk memudahkan umat, sehingga jika seorang Muslim membaca dengan huruf mana saja, itu sudah cukup. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam pengucapan huruf-huruf tersebut. Ketika orang-orang dari berbagai daerah berkumpul dan mendengar satu sama lain membaca Al-Qur'an, mereka memperhatikan perbedaan dalam cara membaca. Beberapa dari mereka saling mengingkari, masing-masing merasa bahwa bacaannya adalah yang benar. Hudzifah bin Al-Yaman mendengar sebagian dari perbedaan itu antara penduduk Syam - yang belajar dari Ubay bin Ka'b - dan penduduk Irak - yang membaca dengan bacaan Abdullah bin Mas'ud - yang berkumpul dalam peperangan di Armenia dan Azerbaijan. Hudzifah merasa khawatir dengan apa yang didengarnya, lalu ia datang kepada Utsman bin Affan - Amirul Mukminin di Madinah - dan berkata: “Bantu umat ini sebelum mereka berselisih dalam kitab seperti perselisihan Yahudi dan Nasrani.” Utsman bin Affan kemudian berkonsultasi dengan para sahabat besar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di Madinah, dan mereka sepakat untuk menulis Al-Qur'an dalam satu huruf, dan menyalin beberapa naskah untuk dikirim ke berbagai daerah.

Setelah mencapai kesepakatan, Utsman bin Affan meminta mushaf yang ditulis di zaman Abu Bakar - yang ada pada Hafshah - dan memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdulrahman bin Al-Harits bin Hisham untuk menyalinnya. Mereka menyalin tujuh naskah dan mengirimkannya ke pusat-pusat umat Islam: Makkah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, dan Bahrain, serta menyimpan satu naskah di Madinah. Mereka juga mengirimkan seorang pembaca bersama setiap naskah untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada masyarakat dengan huruf yang telah disepakati (yaitu huruf Quraish), dan memerintahkan untuk membakar naskah-naskah lainnya yang berbeda.

Pengumpulan dan pengiriman ini dilakukan pada tahun dua puluh lima Hijriyah, dan mushaf yang dikumpulkan oleh Utsman dikenal sebagai mushaf imam; karena orang-orang merujuk kepadanya, dan mengikuti isinya ketika terjadi perbedaan dalam cara membaca.

Tulisan yang digunakan dalam mushaf ini disebut sebagai tulisan Utsmani, yang dinamai sesuai Amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu.

Para sahabat sepakat dengan tindakan Utsman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu dalam pengumpulan ini dan memuji beliau karena telah menghentikan perselisihan dan perdebatan dalam Al-Qur'an Al-Karim.

Perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dan pengumpulan Utsman:

Ada perbedaan antara alasan pengumpulan dan cara pengumpulan:

a) Alasan pengumpulan di zaman Abu Bakar adalah untuk mencegah hilangnya Al-Qur'an dengan lenyapnya para penghafalnya dan kehilangan potongan-potongan yang dituliskan Al-Qur'an. Sedangkan alasan pengumpulan di zaman Utsman adalah karena banyaknya perbedaan dalam cara membaca dan takut akan fitnah di antara umat Islam.

b) Cara pengumpulan di zaman Abu Bakar adalah memindahkan apa yang tersebar di lembaran dan batang, lalu mengumpulkannya dalam satu mushaf yang teratur dengan ayat-ayat dan surat-surat yang tersusun.

Sedangkan cara di zaman Utsman adalah menyalin Al-Qur'an dalam satu huruf dari tujuh huruf yang ada dengan berbagai salinan untuk menjadi rujukan umat di berbagai daerah.

Nasib mushaf-mushaf setelah itu:

Mushaf yang ditulis di zaman Abu Bakar dikembalikan oleh Utsman bin Affan kepada Hafshah setelah disalin. Ketika Hafshah wafat di zaman Muawiyah bin Abi Sufyan, Marwan bin Al-Hakam yang menjadi Amir Madinah meminta mushaf itu dari saudaranya Abdullah bin Umar, lalu membakarnya dan menguburnya agar tidak ada yang berusaha menciptakan perdebatan lagi tentang tujuh huruf. Adapun mushaf-mushaf yang ditulis di zaman Utsman telah disalin menjadi jutaan naskah, tetapi nasib setiap naskah tersebut tidak diketahui setelah itu.

Kami menegaskan di sini bahwa sumber utama dalam penyampaian Al-Qur'an adalah penyampaian lisan yang mutawatir. Sedangkan penulisan adalah untuk menambah keakuratan, semua ini merupakan realisasi janji Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menjaga kitab-Nya dari penambahan, pengurangan, penyimpangan, atau perubahan:

﴿ إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ﴾

[Al-Hijr: 9].

"Sesungguhnya Kami Menurunkan Al-Zikir (Al-Qur'an) dan Kami benar-benar Menjaganya"

Posting Komentar

0 Komentar